Langsung ke konten utama

Belajar Toleransi dari Kubilai Khan


Siapa yang tidak pernah mendengar nama Kubilai Khan? Cucu Jenghis Khan, pendiri Kekaisaran Mongol, kekaisaran terbesar kedua di dunia. Tak hanya sebagai pewaris Kekaisaran Mongol, ia juga merupakan Kaisar Cina yang memelopori berdirinya Dinasti Yuan di Cina. Kekaisaran Dinasti Yuan pun mencapai batas terluas di bawah kekuasaannya. Sebagai seorang pemimpin ia memang dikenal cukup kejam. Terbukti dengan dilakukannya invasi ke banyak negara di Asia seperti, Jepang, Korea, Vietnam, Thailand, Tibet, Myanmar, dan negara lainnya. Tujuannya tak lain ingin memperluas wilayah kekuasaan dan perdagangan.

Kerajaan Mongol mencapai masa kejayaannya saat Kubilai Khan memindahkan ibu kota Mongol ke Beijing. Kubilai ternyata sangat tertarik dengan Kebudayaan Tionghoa. Masa mudanya dimanfaatkan untuk memelajari kebudayaan tersebut. Kubilai Khan tidak hanya disibukan dengan aktivitas peperangan, Ia senang dengan kehidupan dan adat istiadat di Cina. Kubilai pernah mengumpulkan seluruh artis, tukang pahat, dan tukang masak terbaik untuk memajukan adat istiadat negara tersebut.

Terlepas dari itu, siapa yang menyangka, di balik sifat kejam dan ekspansif yang dimilikinya sebagai seorang kaisar, Kubilai Khan memiliki sisi toleransi yang sangat tinggi. Kubilai Khan dipercaya sebagai tokoh pemimpin dunia pertama yang menyatakan bahwa hari-hari besar agama Buddha, Kristen, Yahudi, dan Islam ditetapkan sebagai hari libur resmi. Hal ini ternyata tidak lepas dari besarnya kekuasaan Kerajaan Mongol yang terbentang dari perbatasan Eropa, Timur Tengah, hingga hampir seluruh Asia Timur.

***

Akhir-akhir ini isu toleransi beragama sedang hangat diperbincangkan. Masih sangat segar dalam ingatan, kasus penistaan agama yang diduga dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Mungkin ini jadi kali pertama dalam sejarah negara ini, terjadi aksi besar-besaran untuk menuntut diadilinya seseorang yang diduga menistakan sebuah agama. Tak ada yang salah dengan hal itu, toh aksi aman-aman saja, tak berbuntut ricuh. Sebagian orang bahkan merasa takjub dan tersentuh luar biasa.

Tapi belakangan banyak keluar oknum-oknum yang memanfaatkan isu panas tentang agama untuk memulai perpecahan atau hanya untuk mencapai tujuan golongan tertentu saja. Semboyan Bhineka Tunggal Ika tak lagi dihayati masyarakat kita. Mungkin makna toleransi pun tak dipahami sebagian orang. Ingin hidup toleransi tapi tak paham apa itu toleransi? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “toleran berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri”.

Pengertian itu sudah lebih dari cukup untuk membuat kita paham apa itu toleransi. Kita butuh itu. Indonesia sudah lama dikenal sebagai negara kepulauan dengan banyak perbedaan di dalamnya, tak hanya kebudayaan, berbagai paham dan agama pun tumbuh subur di sini. Berdasarkan survei lembaga nonprofit Pew Research Center tahun 2015, Indonesia berada pada peringkat ke-3 negara yang masyarakatnya menganggap agama sebagai hal terpenting dalam kehidupan sehari-harinya. Mungkin ini juga salah satu alasan mudahnya isu perbedaan agama dijadikan senjata oknum tak bertanggung jawab untuk memulai perpecahan. Agama memang bisa dijadikan media penyebaran pesan damai, tapi agama juga bisa menjadi alat ampuh untuk menyebarkan ideologi sempit yang membahayakan.

Pada akhirnya, pemimpin dituntut mengambil peran besar untuk meredam perbedaan. Sayangnya, saat ini beberapa tokoh masyarakat dan elite politik tak lagi memiliki nilai-nilai toleransi yang bahkan dimiliki pemimpin dunia macam Kubilai Khan. Agak sulit menemui seseorang yang terbuka terhadap keyakinan orang lain, menghormati perbedaan, dan menjunjung tinggi nilai kebebasan dalam beragama.

Lalu bagaimana dengan mahasiswa? Sebenarnya mahasiswa berada dalam lingkungan yang memungkinkan tumbuh suburnya rasa torelansi, utamanya toleransi beragama. Universitas pun bak miniatur sebuah negara, organisasi keagamaan bisa ditemui dengan mudah di sini. Kegiatan keagamaan pun bisa dilaksanakan tanpa halangan, semua saling menghormati. Namun begitu, mahasiswa juga tak boleh lengah. Tanpa sadar paham-paham kefanatikan terhadap suatu ajaran agama tertentu pernah masuk dan mengungkung kebebasan mahasiswa. Tak ada salahnya melihat Kubilai Khan sebagai salah satu cerminan tokoh yang memperjuangkan toleransi.

Oleh: Ayu Yuni Antika

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Statistika Non-Parametrik (Tes U-Mann Whitney)

RANGKUMAN DAN CONTOH SOAL TES U MANN-WHITNEY   (Tugas Mata Kuliah Statistika Non-Parametrik) Oleh Ayu Yuni Antika                     1214131017 Ade Agung Darmawan            1214131001 JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014 A.   Fungsi Uji U Mann-Whitney merupakan pengujian untuk mengetahui apakah ada perbedaan nyata antara rata-rata dua polulasi yang distribusinya sama, melalui dua sampel independen yang diambil dari kedua populasi.   Data untuk uji U Mann-Whitney dikumpulkan dari dua sampel yang independen.   Tes ini termasuk dalam tes-tes paling kuat di antara tes-tes nonparametrik. Misalnya kita memiliki sampel-sampel dari dua popolasi, yaitu A dan B.   Hipotesis nol A dan B mempunyai distribusi sama.   Hi...

NICK D’ALOISIO MILIARDER BARU DI USIA 17 TAHUN

NICK D’ALOISIO MILIARDER BARU DI USIA 17 TAHUN (Laporan Mata Kuliah Kew i rausahaan ) Oleh Ayu Yuni Antika        1214131017 Dina Wulandari           1214131029 Mita Fitria Dewi         1214131063 JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014 Judul buku                   : Milyarder Baru Diusia 17 Tahun : Meraih 30 Juta Dolar dengan Kreativitas dan Mimpi Penulis                          : Hermawan Aksan Penerbit                        : Pustaka Inspira, Jak...